Survey Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia

Sejak dikembangkannya pada tahun 2014, sudah tiga putaran penelitian Indeks Kemerdekaan Pers dilakukan oleh Dewan Pers. Jika pada putaran pertama cakupan penelitian meliputi 24 provinsi, dan putaran kedua 30 maka pada putaran kali ini mencakup seluruh Indonesia yakni 34 provinsi. Penelitian purposive ini meminta penilaian informan ahli yang berasal dari akademisi, pejabat pemerintah, hakim, jaksa, kepolisian serta masyarakat sipil. Mereka diminta pendapatnya atas sejumlah indikator kemerdekaan pers di tahun 2017 dalam konteks provinsi masing-masing. Hasil penelitian ini kemudian disajikan dalam bentuk analisa deskriptif.

Sejatinya kualitas proses demokrasi banyak ditentukan oleh pers yang merdeka. Karena kemerdekaan pers seyogyanya memungkinkan kebutuhan warganegara atas informasi yang cukup untuk menyatakan pendapatnya, mengendalikan jalannya pemerintahan, atau mengawasi pejabat pemerintah yang bekerja dalam persoalan-persoalan publik. Dua puluh tahun terakhir, banyak sudah persoalan publik yang diangkat oleh pers seperti kelaparan, korupsi, kesehatan masyarakat, dan sebagainya. Tidak sedikit pihak yang mengapresiasi peran pers dalam kehidupan publik dan demokrasi. Bahkan Indonesia sempat menjadi no 1 di Asia untuk kemerdekaan pers. Di sisi lain banyak pula yang tergoda agar pers kembali dikontrol secara ketar seperti di zaman otoritarian. Sementara itu sejumlah penelitian internasional yang membandingkan kemerdekaan pers antar negara satu dengan negara lain, menyimpulkan bahwa kemerdekaan pers di Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga yang masih mempraktekan hukum drakonian. Oleh karena itu

Urgensi penyusunan IKP ini terkait pula dengan peningkatan kualitas hidup manusia;  dimana pemenuhan hak atas informasi menjadi salah satuukuranpenting. Akhir-akhir ini persoalan Kebebasan Pers semakin dianggap penting untuk masuk dalam ukuran capaian dan keberhasilan pembangunan seperti Sustainable Development Goals (SDG’s). Pertimbangan lain, sebagai bagian dari anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Indonesia memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan atas situasi kebebasan pers dan hambatan terhadap akses/penyebaran informasi bersama hak-hak sipil lain melalui universal periodic review (UPR) kepada komite HAM PBB. Dalam kaitan ini IKP bertujuan untuk memberi gambaran usaha negara dalam menjalankan kewajibannya, sesuai hukum HAM.

Alasan lain adalah dengan indeks kemerdekaan pers maka pandangan dikotomis dan sangat umum mengenai kemerdekaan pers -- entah dianggap sudah baik atau sebalinya dianggap kebablasan -- dapat diatasi. Cara melihat seperti ini tidak berhasil menunjukan aspek-aspek yang masih bermasalah dan sebaliknya yang telah berprestasi; yang mundur dan yang mengalami kemajuan. Penelitian ini memang melihat ke dalam, (dalam arti tidak membandingkan dengan Negara lain), meski demikian pengembangan indeks Kemerdekaan Pers ini tidak didisain untuk digunakan semata-mata sebagai sebuah model Kemerdekaan Pers a la Indonesia. Pengukuran indeks justru mendasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia universal. Indeks ini merupakan kerangka kerja untuk membandingkan dan menemukan keadaan kemerdekaan pers antar berbagai provinsi (dan antara provinsi dan nasional).

Pendekatan yang digunakan adalah Kemerdekaan Pers merupakan hak asasi manusia. Hak atas kemerdekaan pers yang merupakan bagian dari hak atas kebebasan berekspresi telah dijamin dalam UUD 1945 dan sejumlah UU turunannya yaitu UU Hak Asasi Manusia No. 39/1999, UU Pers No. 40/1999 dan UU No 12/2005 yang meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.

Tujuan

  1. Memetakan dan memonitor perkembangan (progress/regress) dari pelaksanaan hak Kemerdekaan Pers
  2. Memberi sumbangan pada peningkatan kesadaran dan perdebatan publik mengenai KEMERDEKAAN PERS
  3. Membantu mengidentifikasi prioritas-prioritas apa yang perlu dilakukan untuk perbaikan Kemerdekaan Pers. [Merumuskan formulasi mengenai agenda untuk meningkatkan kualitas kemerdekaan pers]
  4. Memfasilitasi tersedianya bahan kajian empiris untuk advokasi Kemerdekaan Pers berbasis HAM.